Saya tinggal di sebuah kota kecil dekat Jakarta. Waktu itu tahun 1984 dan saya baru
kuliah tingkat I. Hari itu saya kesel berat sama dosen, yang selain killer juga asli
egois. Saya yang sehari-hari terkenal sebagai mahasiswa yang disenangi oleh para
dosen-meskipun bukan terbaik, dibikin malu hampir seluruh kampus. Dia bilang
bahwa saya adalah orang yang tidak bisa dipercaya, karena diberi tugas tidak
melapor. Padahal saya sudah menunggu di depan kantornya lebih dari 2 jam untuk
memberikan laporan, dia malah tidur di ruang dosen! Saya kecewa berat, lalu pulang
ke asrama.
Sepanjang siang saya tidak bisa istirahat memikirkan si killer. Sorenya saya pergi ke
kota B untuk cari hiburan. Saya tidak tahu hiburan apa, yang penting saya berada
jauh dari asrama. Untuk sampai ke kota B orang harus naik ojek, karena angkutan
umum sangat jarang. Jadi saya bisa pastikan teman-teman tidak akan ada yang
mergoki kalau saya lagi senewen begini. Saya lalu nonton film. Sesuatu yang jarang
saya lakukan. Saya tidak ingat judulnya apa, tapi yang saya ingat film itu agak hot,
banyak adegan ranjangnya.
Sambil nonton saya juga beranikan diri minum bir. Ini pertama kali dalam hidup
saya, karena saya tinggal dalam lingkungan yang ketat. Mungkin karena saya serius
nonton film, atau mungkin juga pengaruh bir, perlahan-lahan beban akibat si killer
hilang juga. Yang tinggal adalah perasaan birahi karena pengaruh film. Abis nonton,
saya terpaku di depan bioskop. Jam di tangan saya menunjukkan pukul 21.00. Masih
sore, saya fikir. Lagipula saya malas pulang ke kampus, masih kesal dengan
suasananya. Tapi mau kemana? Akhirnya saya mengayunkan langkah juga ke arah
stasiun kereta api, dekat jalan tempat para ojek menunggu.
Sampai di sana suasananya sepi. Saya duduk di bangku panjang tempat para
penumpang menunggu kereta api. Saya menyalakan rokok. Menghisapnya dalam-
dalam. "Sendirian aja mas?" tiba-tiba ada suara menyapa. Saya terkejut dari
lamunan dan menoleh ke kiri. Seorang gadis cantik, sekitar 10 tahun lebih tua dari
saya, berpakaian seronok berdiri memandang saya dengan senyum menggoda. Di
tangan kirinya memegang sebatang rokok. Wah, ini pasti WTS pikirku. Saya
memang sering dengar bahwa di dekat stasiun ini banyak WTS berkeliaran. Tempat
operasi mereka biasanya di gerbong kereta barang yang lagi langsir. "Oh.. eh.. ya.."
jawab saya gugup sambil menengok ke arah gerbong kereta yang di parkir di
samping stasiun. Agak gelap dan banyak bayangan berkelebat di sana. Sesekali
terdengar suara perempuan cekikikan. "Boleh saya temani..?" tanyanya. "Silakan...
silakan.." kata saya sambil menggeser tempat duduk.
Saya jadi deg-degan. Meskipun saya terhitung tidak canggung sama teman- teman
cewek, tapi untuk seseorang yang lebih agresif kayak gini saya jadi panas dingin
rasanya. "Pulangnya kemana?" tanyanya sambil meletakkan pantatnya yang
kencang dan hanya ditutup oleh rok hitam pendek. Pahanya langsung terlihat ketika
ia menyilangkan kakinya. Mulus dan bersih. Wangi parfum murah menusuk hidung
saya. "Ee.. ke kampus." jawab saya polos. Saya lihat bibirnya yang berlipstik tebal
tersenyum nakal menghembuskan asap rokok ke arah saya. Gila, berani betul ini
cewek. Matanya memperhatikan saya dari atas ke bawah. Rambutnya panjang
sebahu dan ujungnya menutupi ketiaknya yang tidak tertutup baju. Ia memakai baju
hitam tak berlengan dengan belahan sangat rendah. Terlihat belahan putih dadanya
yang menyembul dibalik bajunya. "Ooo.. mahasiswa yaa?" tanyanya cuek. "Payah.."
"Kenapa?" saya balik bertanya. "Duitnya tipis" jawabnya sambil ketawa. "Tapi 'kan
otaknya encer" kilah saya nggak mau kalah. "Percuma.
Lagian nggak tahan lama" katanya sambil membuang puntung rokok ke arah rel
kereta api. "Apanya?" "Goyangnya" jawabnya sambil memencet hidung saya. Gila.
Pikiran saya ternyata benar. Dia termasuk salah satu "penghuni" gerbong nganggur
itu. "Emangnya kenapa?" saya jadi tertarik untuk menggoda. "Ya nggak enak donk.
Udah dibayar murah, nggak puas lagi" Saya hampir kehabisan jawaban. Terus
terang saya nggak pengalaman dalam soal beginian. Saya beranikan diri mengusap
tangan kirinya yang putih mulus. Ia cuek saja. Benda dibalik celana saya kontan
bergerak naik. "Kan bisa belajar....biar bisa lebih lama" kata saya. Ketemu juga.
"Enak saja.. emangnya kuliah" katanya. Bibirnya mencibir manja.
Lalu ia menepis tangan kanan saya yang asik mengelus tangan kirinya. "Kan bisa
jadi langganan" kata saya sambil pindah mengelus bahunya. "Biasanya berapa satu
rit?" Benda saya makin tegang. "Tergantung. Kalau biasa-biasa aja sih cuma dua
puluh ribu" Ia menepis tangan saya dari bahunya. "Mahal amat... Eh, yang biasa-
biasa itu gimana?" "Yaa..begitu deh. Celentang, tancep, goyang, selesai" katanya
cekikikan. Rupanya ia ketemu orang yang baru tahu soal begituan. "Kalau yang
nggak biasa?" tanyaku ingin tahu. "Emangnya situ belon tau ya? Payah amat sih.
Enak lho,.... diginiin nih" katanya sambil memasukkan jari telunjuk kanannya ke
dalam mulutnya sendiri, lalu dimaju mundurkan. "Hah, diisep? Astaga.." Saya
terkejut. "Apa situ nggak muntah?" "Waktu pertama sih jijik juga.
Abis bayarnya mahal, lama-kelamaan suka juga. Enak malah. Kalau yang masih
muda sih, biasanya saya telan. Obat amet muda..hi..hi.." Saya bergidik. "Kayak
saya?" "Kalau situ mau. Tapi bayarnya dua kali lipat" "Nggak ah. Kalau gratis sih
mau. Kan promosi" "Huh! Maunya!" katanya. Iapun berdiri dan meninggalkan saya.
"Mau kemana?" tanya saya sambil berusaha menangkap lengannya. "Cari langganan.
Situ mau nggak?" "Ogah. Kalau gratis sih mau" "Gini saja deh," katanya mengalah
"Situ bayar biasa, tapi saya kasih yang istimewa. Itung-itung promosi.. gimana?"
Kini ganti tangannya menarik-narik tanganku.
Dengan setengah malas saya bangun dari duduk mengikuti tarikannya. "Ee.. ee..
ntar.. " "Ntar apanya?" tanyanya sambil tetap menarik tangan saya. Akhirnya saya
berjalan juga mengikuti langkahnya. Batin saya berkecamuk. Saya belum siap untuk
ini. Tapi gairah dalam diri saya sudah naik sejak nonton tadi. Benda kecil dalam
celana saya pun sudah tegang. Saya mengikuti langkahnya melewati gerbong-
gerbong kereta barang. Dalam remang-reman saya melihat dalam gerbong-gerbong
itu diterangi lilin. Banyak perempuan dengan pakaian yang mirip dengan cewek ini
sedang duduk-duduk. Ada yang sudah ditemani laki-laki. Sesekali terdengar tawa
mereka. "Hei Marni, hebat lu. Waya gini udah dapet!" Seorang dari mereka
meneriaki cewek yang bersama saya. Rupanya cewek ini namanya Marni. Ia cuek
saja dan terus menarik tanganku berjalan ke ujung gerbong. "Kita mau kemana?"
tanya saya. Suara saya bergetar. Gugup. "Tenang aja. Kita pilih tempat yang paling
sip." Tiba di gerbong terakhir ia berhenti. Ia naik ke pintu gerbong yang memang
tidak berpintu. Karena tinggi ia berpegang ke pundak saya. Saya mencoba
membantu dengan mendorong pantatnya. Empuk sekali.
Tiba di dalam ia menggeser karton bekas untuk menutup pintu kiri dan kanan
gerbong. Dalam gerbong hanya ada sebatang lilin, tapi cahayanya cukup untuk
menerangi seluruh ruangan gerbong. Di sudut lantai gerbong terhampar satu tikar
lampit lusuh. Nampaknya sudah sering dipakai untuk operasi. Tanpa canggung Marni
mulai melepas pakaiannya satu persatu. Pertama bajunya. Lalu roknya. Terus
behanya yang berwarna hitam. Begitu behanya terlepas, payudaranya langsung
menyembul dan bergoyang indah mengikuti gerakan badannya. Putih, mulus dan
kencang. Putingnya terlihat mungil dan indah. Tanpa menghiraukan saya yang masih
bengong ia pun membuka celana dalamnya yang juga berwarna hitam, dan
dilemparkannya ke tumpukan pakaiannya. Saya terpesona. Kaget. Tidak mengira
sedemikian cepat prosesnya. Di hadapan saya kini ada sesosok tubuh wanita cantik
dan putih telanjang bulat, tanpa sehelai benangpun menutupinya. Begitu indahnya.
Pandangan saya langsung ke selangkangannya yang berbentuk segitiga dengan
rambutnya yang lebat. Saya menelan ludah berkali-kali. Ngiler. "Koq bengong? Mau
dibukain?" tanyanya membuyarkan keterpesonaanku. "Eh sorry.." kata saya sambil
mempreteli pakaian saya satu per satu.
Saking terburu-buru saya hampir terjatuh. Ia cekikikan. Saya buka semuanya,
tinggal celana dalam saya yang sudah mulai basah di bagian depan karena menahan
napsu dari tadi. Batang kemaluan saya yang sudah tegak menonjol ke depan. Saya
ragu. "Ayo dong, semuanya" katanya sambil membungkuk, mencengkeram dan
memelorotkan celana dalamku. Penis saya yang tadi tertahan jadi melonjak keluar
begitu celana dalam saya turun. "Waw..., gede juga" serunya, sambil mencengkeram
penis saya dengan tangan kanannya. Saya terkejut. Berani betul orang ini. Sudah
nggak ada malunya lagi. "Sini" katanya sambil membimbing duduk menyandar ke
dinding gerbong, sambil tetap memegang penis saya yang tegang. Permukaan tikar
lusuh menggesek kulit pantatku. Ia berlutuh dihadapanku dan membuka kedua
pahaku. Penisku yang tegang digenggamnya dengan kedua tangannya yang halus
dan mengocoknya pelan.
Tampaknya ia memang profesional. Lalu sambil tersenyum kepadaku ia
menundukkan kepalanya, membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya ke arah
penisku... "Ahhh..." hanya itu yang terucap ketika ia mulai menjilat kemaluanku dari
kantong pelir sampai ke helmnya. Ia berhenti sejenak dan tersenyum kepadaku. Lalu
menjilat lagi dengan lancar, turun naik searah batang kemaluanku, kiri dan kanan.
Saya hampir tidak percaya melihatnya. Rasa geli dan nikmat bercampur jadi satu.
Cairan bening yang keluar dari batangku sudah bercampur dengan ludahnya. Ia lalu
memasukkan batang kemaluanku perlahan-lahan ke dalam mulutnya. "Ahhh...
nikmaaa.....tth" lirihku ketika ia mulai menyedot-nyedot batangku, mulutnya mundur
maju memasukkan dan mengeluarkan batang itu tanpa mengenai giginya, tanpa
rasa geli sedikitpun, sambil tangannya menekan selangkanganku. Gila! Begini nikmat
rupanya rasa orang bersetubuh.
Tangankupun sudah tidak tinggal diam. Kuusap bahunya, kepalanya, payudaranya
kuremas-remas, putingnya kupelintir. Kala ia menyedot batangku kuat, kupegang
kepalanya... "ah..ahh..aaaaahhh.. enak... ahh.." Ia tak bersuara tapi terus saja
menyedot-nyedot batangku. Lidahnya Hanya sesekali suaranya bergumam
"mmmfh...mmmf..." Terkadang ia menjilati kepala batangku. Lidahnya berputari
mengitari helm penisku yang telah mengkilat itu. Lalu memonyongkan bibirnya,
mengecup dan menyedot-nyedotnya dengan nafsu. Lalu memasukkan dan
mengeluarkannya kembali. Hebat. Keringat telah mengucur dari badanku. Lama-
kelamaan saya tidak kuat. Ia makin cepat menyedot-nyedot batang kemaluanku
dengan sangat nafsu. Kali ini ia memutar-mutar kepalanya. Kemaluanku terasa
dipelintir dan dipijat- pijat. Nikmat sekali. "Ahh...ahh.. terus.. . enak... aduh...
nikmaat... ahhh ... aaaaaah.....sshh" Kakiku kelojotan dan kepalaku menggeleng
kiri-kanan. Kepalanya kucengkeram sambil mengikutinya mengulum-ngulum
batangku.
Tidak ada tanda-tanda ia akan berhenti, malah tambah cepat. Edan! Apa mungkin ia
aku akan ejakulasi di mulutnya? Kayaknya sih begitu. "Ah.. ahhh.. Cret! Creett!
Crott! Aaaaaaaaahh...". Kuangkat pantatku sambil menekan kepalanya.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaw... Cret! Cret! Crott!" Ya ampun! Batangku memuntahkan air
mani beberapa kali dalam mulutnya. Ia menyedot dengan napsu dan berkali-kali
menelannya tanpa rasa jijik sedikitpun. Bahkan yang berceceran di batangku pun
dijilatinya hingga licin, dan ditelannya. "Hmm.. mmmm..." Gumaman itu saja yang
keluar dari mulutnya. Saya terhempas lunglai dan ia terus menjilati kemaluanku
seperti tak pernah puas. Ia mengangkat mukanya dan tersenyum kearahku sambil
menjilati air mani yang masih tersisa di bibirnya. Gila ini orang! "Enak kan?!"
Tanyanya. Saya tidak menjawab, tapi hanya mengacungkan jempolku. Ia lalu
menarik tanganku, menyuruhku berdiri. Saya berdiri dan ganti ia duduk bersandar.
Tak berkedip aku menatapnya. Tubuhnya begitu putih, indah, padat dan
menggairahkan. Payudaranya montok menggantung dan menantang dengan putting
yang mungil ditengah lingkaran kecoklatan. "Gantian" katanya. Hah?! "Apa?"
tanyaku tak percaya. "Gantian dong. Sekarang situ yang kenyot nonok saya"
katanya. Gila! Ini persetubuhanku yang pertama, tapi sudah disuruh menghisap
vagina perempuan. Bagaimana caranya?
Supaya ia tidak kecewa saya lalu berlutut diantara kakinya. Kuusap kedua pahanya
yang putih mulus dengan kedua tangan. Tak percaya rasanya malam ini saya benar-
benar menyetubuhi wanita. Sebelumnya saya hanya menyaksikan tubuh wanita
lewat film-film BF. Ia tertawa melihat kemaluan saya yang mengecil. Saya lalu
mendekati kemaluannya. Saya lihat jembutnya begitu tebal dan indah menghiasi
barangnya. Tapi kemudian ia memegang kepala saya dan menariknya ke arah
dadanya. "Ini dulu" katanya. Saya tidak menolak. Saya meremas kedua teteknya
yang kenyal dan dan kencang itu dengan lembut dan mulai mengulum pentil
kanannya. "Ahhh... " lirihnya lembut. Saya memutar lidah menggelitik putting itu. Ia
menggelinjang kegelian. Lalu kusedot-sedot seperti bayi menyusu. "Ahh... ahhh..
terus ...yang kiri.." Akupun pindah, menyedot pentil sebelah kiri, sambil terus
meremas. Tangan kanannya memegang kepalaku sedang yang kiri menjamah
batangku, mengurutnya dengan gemas. Kontan batangku yang tadinya kecil mulai
mengeras lagi. "Asyiiik... keras lagi... ah... ah" lirihnya girang sambil menikmati
hisapanku di buah dadanya. Ia semakin semangat mengurut penisku. Cairan mulai
keluar lagi dari ujung helmnya. Aku kemudian berganti- ganti kiri dan kanan
menghis! ap teteknya. Ia menikmatinya dan matanya terpejam saking nikmatnya.
"Turun" katanya pendek.
Sayapun menurunkan kepala saya ke arah perut dan terus kebawah. Tangannya
terlepas dari batang kemaluanku. Tangan saya mengelus pinggangnya kiri kanan.
Kini saya berada tepat di atas kemaluannya yang berambut tebal itu. Bau aneh saya
rasakan tapi saya tidak perduli. Nafsu saya sudah naik lagi. Ini kesempatanku untuk
tahu bagaimana rasanya menghisap kemaluan perempuan. Saya menyibak rambut
hitam lebat yang menutupi vaginanya. Karena gelap, saya tidak bisa melihat dengan
jelas. Karena itu saya coba merabanya. "Ooooh..." ia mengerang lembut. Terasa ada
cairan basah di bawah belahan vaginanya. Saya mengusap-usap bibir labianya.
Pinggulnya bergoyang menahan geli. "Jilat dong... ooohh.." pintanya lirih.
Saya mulai menyentuh bibir vaginanya yang basah itu. Terasa lembut, asin dan
kenyal. "Nahhh... gitu... hhh... aw... geli... enak... oooohh..." rintihnya. Kini bibirku
yang mengecup, mengulum dan menyedotnya seperti mencium dan memagut bibir
wanita. Ia menggelinjang, menggoyang pantatnya, kegelian. "Terusssh... ahhh...
ahhh... ahh" Tangannya turun membantu menarik selangkangannya, sehingga bibir
vaginanya ikut terjewer. "Atasnya... atasnya... hisaaap... ohhh" Aku tidak tahu yang
mana yang atasnya. Yang aku tahu adalah ujung atas bibir kemaluannya. Kecil,
sebesar biji kacang. Mungkin ini yang disebut kelentit. Kumainkan dengan telunjuk,
kuhisap dan kukenyot-kenyot. Ternyata benar, reaksinya luar biasa. "Aaawww...
ahh.. iya.. ituu... ahh.. teruuuuss... ssstt... enaaaak..." rintihnya keras sambil
menggoyang pinggulnya. Ia lalu menaikkan kakinya dan kedua belakang lututnya
mampir dipundakku.
Aku semakin hot. Lalu silih berganti, kujilat vaginanya dan kuhisap kelentitnya. Rasa
asin ! cairan yang keluar dari vaginanya itu tidak kuperdulikan lagi bahkan kadang
kutelan karena napsuku yang membara. Kemaluanku sudah tegang lagi, siap untuk
babak berikutnya. Tiba-tiba ia menurunkan kakinya dan menarik kepalaku dengan
tangannya. "Nggak tahan..." katanya. Lalu bangkit berdiri dan menyuruhku duduk
menyandar seperti tadi. Aku menurut saja. Batang penisku kelihatan berdiri tegak
dan garang seperti menara. Ia lalu duduk menghadapku mengangkangi pinggulku.
Dicengkeramnya penisku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya
memegang bahu kiriku. Lalu digosok-gosok ujung penisku itu di permukaan
kemaluannya dan kelentitnya. Aku terangsang hebat dan meremas kedua
payudaranya yang bergelayut di depan mukaku. Kuhisap dan kukenyot pentilnya
berganti-ganti. Dengan penuh napsu ia mulai menurunkan badannya dan
membimbing batang penisku masuk ke dalam vaginanya. "Blesss... " Penisku
langsung amblas.
Aku merasakan lubang kemaluannya hangat dan berdenyut hebat. Nikmat sekali.
Antara geli dan hangat. Ia mengangkat pantatnya perlahan lalu menurunkannya lagi.
Akhirnya ia seperti main kuda-kudaan, mengangkat dan menurunkan pantatnya
dengan cepat, hin! gga selangkangannya beradu dengan selangkanganku dan
mengeluarkan suara keras. "Plok ...plok... plak... plak..." Mulutnya merintih-rintih
dan mencari mulutku. Segera kusambut dengan pagutan penuh napsu. Lidahnya
meliuk- liuk ke dalam mulutku. Kadang-kadang bibirku dikenyotnya. Napsu kami
sudah begitu membara dan hanya itu cara melampiaskannya. Aku merasakan
penisku seperti diurut-urut. Apalagi ketika pinggulnya melakukan gerakan memutar.
Ya ampun nikmatnya. Terasa dipilin-pilin. Tanganku pun jadi liar, meremas-remas
pantatnya yang kencang dan padat itu. Kadang-kadang mengusap badan
belakangnya. Ia memegang kedua payudaranya dan memasukkan mukaku
diantaranya. Hangat dan kenyal. Aku gesek-gesekkan kedua pipiku di antara dua
bukit daging itu. Ia pun semakin napsu menggoyang pantatnya. Kepalanya sering
terkulai kebelakang saking nikmatnya. "Ahh.. ahh.. ooo... aww... kontolnya...
besaar... enaakk..." Tiba-tiba ia berhenti. Tanpa mencabut kemaluanku, badannya
berputar dan kini membelakangiku. Dengan bertumpu ke kedua lututku ia
menggenjot lagi pantatnya turun naik. Mulutnya merintih lagi.. "Ahh... ahh...
enaak... nikmaat... aww... terussshh..." Gila. Kini kemaluanku terasa sekali
menggesek dinding vaginanya. Rasanya menggerinjal memijit-mijit kulit atas batang
penisku. Pemandangan didepankupun demikian indahnya.
Pantatnya yang putih dan montok menghadap wajahku. Ditengahnya lubang dubur
yang kehitam-hitaman dan dibawahnya lubang kemaluannya sedang asik
menghisap-hisap batang penisku. Aku meremas-remas pantat montok itu dan kedua
ibu jariku menarik kedua bibir pantatnya didekat vaginanya. Kelihatan penisku
sedang mengebor lubangnya maju mundur dengan gagah dan garang. Batangnya
licin dan mengkilat karena dibasahi cairan kami yang sudah bercampur jadi satu.
Nikmatnya sulit dilukiskan kata-kata. Lalu ia menegakkan badannya dan melipat
kakinya. Posisinya jadi berlutut membelaka! ngiku. Dengan santai ia merebahkan
badannya ke belakang, ke arah dadaku. Dengan bertumpu kedua tangannya ia
mengayuh lagi. "Ahh... nikmatnyaa... uhhh... kontolnya.... besarr... hh.... enaaak..."
Batang kemaluanku kini keluar masuk dengan ujung helmnya menelusuri dinding
depan lobang vaginanya. Tak terkatakan betapa geli dan enak bersetubuh seperti ini.
Pantatnya kini beradu dengan selangkanganku dan menimbulkan suara keplok,
menambah semangatku untuk menggenjotnya.. Cewek ini benar-benar profesional
dan tahu banyak cara bersetubuh.
Tanganku meraih buah dadanya dari bawah ketiaknya. Kuremas-remas dengan
gemas dan penuh napsu. Ia memalingkan kepalanya keaarah wajahku dengan bibir
terbuka. Segera kusambut dengan bibirku. Kami berpagutan sekenanya karena
kepalanya bergoyang-goyang mengikuti irama pinggulnya. Benar-benar nikmat.
Beberapa saat kemudian dia berhenti lagi. Tepat saya hampir mencapai klimaks. Ia
seperti tahu bahwa aku mau keluar. Mau apa lagi ni orang , fikirku. Ternyata ia
berdiri dengan cepat dan meninggalkan batang kemaluanku yang bergoyang seperti
bandulan. Tegak dan keras, tapi mengkilat dan basah oleh cairan. Ia menarik
tanganku sebagai isyarat agar bangun. Aku pun berdiri mengikuti tarikannya. Lalu ia
bersandar di dinding gerbong dan mengangkat kaki kirinya dengan tangan kirinya,
sedangkan tangan kanannya menarik bahuku. "Ayo masukin...hhh ..." perintahnya
pendek. Diamput! Ini benar-benar malam istimewa.
Baru pertama kali bersetubuh sudah diajari bermacam-macam gaya untuk mendapat
kenikmatan. Akupun merendahkan tubuhku agar burungku bisa masuk dari bawah.
Kaki kirinya melingkar ke pinggulku dibantu oleh tangan kirinya. Tangan kanannya
melingkar di bahuku dan mulutnya mencari-cari bibirku. Dengan menuntun batangku
dengan tangan kananku kutempelkan ujung helm penisku itu di depan liang
vaginanya. "Bless... clep... clep..." Dalam sekejap batang penisku langsung
menancap sarungnya. "Aaaawww...." jeritnya merintih, merasakan kenikmatan yang
dialaminya. Kini batangku merasakan seluruh dinding vaginanya seperti memijit-
mijit. Geli dan nikmat. Sedangkan bulu-bulu kemaluannya menggelitik
selangkanganku. Aku tidak perduli. Aku merasa dorongan dalam diriku seperti tidak
tertahan. Aku mungkin akan orgasme.
Aku memagut bibirnya dengan kuat. Kembali lidahnya meliuk-liuk liar dalam
mulutku. Ketika lidahnya ditarik, ganti lidahku yang menjelajah dalam mulutnya.
Begitu terus. Kedua tanganku meraih pantatnya yang kencang dan menekannya
kearah selangkanganku. Lalu kugenjot dengan irama yang teratur. Matanya
terpejam, tak kuasa menahan rasa enak yang datang dari vaginanya. "Mmmmfff...
mmmfff..." Ia merintih tertahan, karena mulutnya tersumpal lidah dan bibirku. Ini
tidak berlangsung lama karena kaki kanannya mulai bergetar. Akupun merasa
lututku lelah. Gejolak menuju puncak kenikmatan jadi tertahan karena pegal.
Perlahan-lahan kucabut batangku dan iapun menurunkan kaki kirinya.
Mulutnya masih memagut bibirku, seperti takut kehilangan. Akupun tak mau
melepaskannya dan memeluknya erat-erat. Mesra sekali rasanya. Batang
kemaluanku tertekan diantara perutku dan perutnya. Ia lalu menggoyang badannya
kiri dan kanan, menggesek batang penisku keperutnya. Amboi! Ia lalu melepaskan
ciumannya dan merebahkan badannya celentang dengan kaki terbuka lebar.
Vaginanya jadi terlihat jelas dibawah rimba hitamnya. "Ayoh.. hhh... terusin... "
katanya. Ia pun nampaknya sudah hampir mencapai klimaks. Tanpa menunggu
perintah dua kali akupun menindihnya. This is the real ecstasy, fikirku. Dengan
memagut bibirnya dan mendekap erat tubuhnya aku berusaha memasukkan penisku
yang masih tegang itu ke dalam vaginanya. Tanpa dituntun, kali ini batang
kemaluanku nampaknya sudah hafal menuju tujuannya sendiri. "Blesss.........."
Amblas lagi, tanpa rintangan sedikitpun. "Ahhh.... " rintihnya lepas. Kedua kakinya
melingkar di belakang pinggulku. Aku berhenti sejenak untuk melepskan pegal, tapi
ia menggoyang-goyang pinggulnya, tanda ingin digenjot. Akupun menggenjotnya
turun naik. Makin lama makin cepat.
Ciuman dibibirkupun makin menggila. Aku jadi ikut memutar pinggulku mengiringi
putaran pinggulnya. Suara yang timbul pun ramai. "Plak.. plok... plak... plok..." !
Kali ini aku tidak tahan lagi. Nampaknya iapun begitu. "Aaaaaw.... ah! ah! ah!" Tiba-
tiba ia mengejang dan mendekapku kuat- kuat. Tangannya mencengkeram
rambutku. Bibirnya memagutku liar. Kedua kakinya yang melingkar di pinggulku
menekan kuat. Vaginanya seprti menyedot batangku dengan kuat. Seiring dengan
itu Cret! Cret! Cret! Cret! Kurasakan batangku tersiram cairan hangat didalam
vaginanya. "Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh....!" jeritnya. Aku
membalasnya dengan menghunjam penisku sedalam-dalamnya. Aku orgasme! Cret!
Cret! Cret! Nikmat! "Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...."
Kutembakkan seluruh air maniku ke dalam vaginanya. Aku terhempas dalam lautan
kenikmatan yang tiada duanya. Aku terkapar dengan kepuasan yang tidak pernah
kubayangkan sebelumnya. Diatas tubuh molek dan montok tak tertutup selembar
benangpun. Aku hampir tertidur di atas tubuh bugilnya jika ia tidak
membangunkanku dengan sebuah ciuman mesra di pipiku. "Puas?!" tanyanya
berbisik. "He-eh" hanya itu jawabku. "Mau diterusin?!" tanyanya menantang, sambil
menggoyang pinggulnya kedepan. Penisku masih tertanam dalam vaginanya, tapi
sudah mulai mengkerut. "Ampun deh!" jawabku. Ia tertawa. "Kalo gitu bangun
dong" pintanya. "Ntar dulu ah, masih enak nih" kataku manja. Ia tak berkata-kata
lagi. Hanya tangannya mengelus rambutku, mesra. Sesekali ia mencium pipiku.
Kemudian kami berpakaian.
Saya menyelipkan uang lima puluh ribu, bukan duapuluh ribu seperti yang
dimintanya. Ia bertanya kenapa, saya jawab bayaran itu memang pantas untuk
layanan yang telah diberikan. Ia berterima kasih sambil berkata bahwa saya tidak
perlu sedermawan itu, karena ia sendiri mencapai kepuasan yang tidak pernah ia
dapatkan sebelumnya. Kebanyakan pelanggannya langsung pergi setelah klimaks,
tanpa memperdulikannya. Yang penting dibayar, pikir mereka. Ia bertanya apakah
saya mau pulang, saya jawab ya. Ia lalu minta diantar dulu ke tepi jalan untuk cari
kendaraan umum. Ia juga ingin pulang. Saya tanya kenapa tidak cari langganan lagi.
Dia bilang sudah puas, untuk apa lagi. Saya tanya apakah minggu depan ia ada disini, ia jawab ya dan ia akan tunggu di tempat yang sama, jika saya mau datang. Sebelum keluar gerbong ia memeluk dan menciumku, lama sekali. Seperti tidak mau berpisah denganku. Minggu depannya saya datang lagi kesitu, dan menunggu di angku stasiun. Lama saya menunggunya, tetapi ia tidak muncul. Saya tanyakan kepada teman-temannya kemana dia pergi, kata mereka ia sudah tidak "jualan" lagi sejak malam bersama saya itu.
Saya tanya apakah ada yang tahu rumahnya, mereka bilang dia sudah pindah entah
kemana. Mereka menggoda agar salah satu dari mereka dijadikan pengganti, tapi
saya tidak mau. Sejak itu saya tidak pernah menemuinya lagi sampai saya kawin
dan berkeluarga. Terima kasih Marni... Kau telah memberikan kenikmatan sekaligus
pelajaran yang pertama buatku. …
>>>>>>>>>>TAMAT<<<<<<<<<<
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kumpulan Artikel Seo
0 komentar:
Posting Komentar